10/11/17

Mengenali Kebutuhan Diri

Dalam menjalani rutinitas sebagai ibu rumah tangga, merasakan kejenuhan dan kebosanan adalah hal yang tak terhindarkan. Inginnya bisa mengerjakan semua pekerjaan tapi serasa 24 jam itu ngga cukup. Terkadang,  kejenuhan itu coba ditepis dan diabaikan. Mau mengeluh kepada suami, rasanya ngga tega karena suami juga sudah bekerja plus kuliah. Mau minta supaya ada asisten rumah tangga yang bantu cuci setrika dan bebersih, ternyata upah ART jaman now juga udah tinggi. Ngga tega minta suami keluar uang lagi untuk ART. Kalau ada waktu, alhamdulillah ayah bantu mencuci dan bebersih. Tapi tentu ngga bisa setiap hari, menyesuaikan dengan waktu luangnya.

Cara diri ini mengabaikan jenuh itu adalah dengan terus mengerjakan rutinitas ini seadanya, dan hasilnya sering ngga maksimal. Kalau pas iman sedang naik, bisa lebih ikhlas mengerjakan pekerjaan-pekerjaan, dan lebih rapi. Tapi subhanallah yaa, memang iman manusia itu naik turun, hati itu mudah bergoncang. Ketika hati entah diselimuti mood swing yang tak terkendali, ku hanya bisa terus berdoa dan mengerjakan seadanya, semampunya.

Alhamdulillah suami orang yang sabar, baik, dan ngga pernah mengeluh atau protes dengan rumah yang berantakan, masakan yang seadanya, dan istri yang ngga dandan cantik. Walau seharusnya suami mendapati hal yang sebaliknya, yaitu rumah yang rapi, masakan yang enak, dan tampilan istrinya yang menarik.

Tapi tubuh dan batin kalau udah teriak jadinya mogok. Burn out. Susah diajak kerjasama. Mau ngerjain apa-apa udah lemes duluan. Lihat setrikaan segunung, rumah berantakan, masakan belum siap, rasanya mau nangis. Bagaimana mau membersamai anak dengan hati gembira kalau sebenarnya pengen menjerit. Mau curhat, ngobrol, dan minta Me Time tapi kok ya itu tadi... Suami juga jangan-jangan lebih butuh me time juga karena kegiatan kerja dan kuliah.

Ditambah lagi, diri ini punya urusan yang belum selesai. Aktualisasi diri yang belum pernah tercapai, kebutuhan intimasi yang jarang terpenuhi, keterampilan komunikasi yang masih belum baik (terutama caraku berkomunikasi dengan pasangan), dan kepercayaan diri yang masih rendah. Makin berat rasanya. Intimasi di sini maksudnya kedekatan dan kelekatan hubungan. Hehe, dulu dengan Bapak dan Ibu sepertinya ngga bisa bebas curhatan. Sama kakak laki-laki juga ngga akrab. Alhamdulillah sama adik lebih akrab walau jarang juga curhatan.

Kalau boleh aku making wishes, ada beberapa hal yang kuinginkan bisa kudapatkan.

1. Ngga terikat pekerjaan cuci, setrika, bebersih rumah dan halaman, tapi rumah bisa selalu rapi, bersih, dan tertata.

2. Bisa punya semangat dan tenaga menyiapkan makanan sehat, juga berolahraga.

3. Bisa fokus membersamai Zafi dan Hanan ngobrol, beraktivitas, dan belajar dengan semangat, hati gembira, dan tanpa merasa dikejar waktu.

4. Bisa punya waktu yang cukup untuk sendirian, sekedar membaca dan atau membuat tulisan.

5. Bisa punya waktu yang cukup untuk tadarus, ibadah, menghapal.

Selain itu, ingin bisa lebih dekat, nyaman, dan menyenangkan dengan suami.

6. Ada kesempatan jalan berdua aja untuk sekedar ngobrol, bercanda, gandengan tangan, rangkulan.

7. Berusaha untuk saling bersikap hangat satu sama lain.

8. Saling bercanda dengan satu sama lain, dan dengan anak-anak.

9. Sama-sama terbuka untuk ngobrolin segala hal tentang mimpi dan harapan masing-masing.

Tapi yang namanya wishes belum tentu bisa dipenuhi semuanya. Apalagi berkaitan dengan kebiasaan dan karakter yang sulit diubah.

Tapi semoga, di hari Jumat ini, keinginanku bisa menjadi doa yang diijabah Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Tidak ada komentar:

Hari-hari Bersama OAT

Sudah sejak bulan Mei aku akrab dengan OAT alias obat anti tuberkulosis. Sejak Fariha divonis positif TB, rutinitas bertambah setiap pagi. S...