06/09/20

Liburan Seminggu di Rumah Bapak Ibuku

Seminggu ini, setelah ayahnya nganter Zhafi ke Rembang, aku sengaja minta untuk ngga buru-buru jemput. Agak khawatir juga karena selama di sana dia ngga selalu pakai masker. Di foto-fotonya, maskernya dibuka. 

Aku minta dia rapid test. Ya walaupun tau akurasinya di bawah 50%, at least ada upaya untuk antisipasi. Tapi ternyata ngga dilakukannya juga. Agak kecewa sebenernya. Aku berharap dia lebih berhati-hati dengan kondisi sekarang. Apalagi aku lagi hamil. 

Seminggu ngga ada kabar yang aneh-aneh dari ayahnya, alhamdulillah, baiklah saatnya harus pulang. 

Selama menginap di Kelapa Gading, aku ngerasa agak mual, kembung, sering merasa perut kosong padahal udah makan. Mungkin bawaan hamil juga ya. Alhamdulillah masih ngga masalah untuk bantu-bantu cuci piring dan nyiapin makan sedikit-sedikit. 


04/09/20

Melepas Anak Nyantri di Kala Pandemi

Jumat lalu, akhirnya Zhafi kembali nyantri. Jangan tanya gimana rasanya. Sedih, khawatir tapi juga merasa tenang. Khawatir karena harus melepas di masa pandemi sementara nyantrinya jauh di Rembang. Tenang karena Zhafi kembali ke suasana belajar yang insya Allah kondusif. Sedihnya ... Ya siapa lah yang ga sedih... Ngga bisa ketemu anak untuk beberapa lama. 

Berangkat dari Kelapa Gading, pamit ke Yangkung dan Yangti, juga semuanya. Yangkung ngga kuasa nahan haru dan sedih. Kuakui ada sedikit rasa bersalah, karena mendadak mengabari kepastian Zhafi berangkat nyantri. Jujur, sebenarnya aku berharap rencana Zhafi nyantri di Rembang hanya wacana yang entah kapan berangkatnya. Setidaknya setelah kondisi pandemi ini mereda. Karena sekarang sedang naik-naiknya. Tapi ayahnya bersikeras berangkat, dan Zhafi tampak udah siap. Aku hanya bisa mewek di belakang diam-diam. Udah ngga bisa ngomong apa-apa lagi. 
Allah sebaik-baik penolong, Allah sebaik-baik pelindung. Aku harus bisa ngalahin nafsu untuk bangun malam mendoakan dia dan semua keluarga juga pastinya. Supaya dijauhkan dari keburukan dan wabah ini. Dan Allah sebaik-baik murobbi... Semoga Allah tuntun hati dan akalnya untuk menuntut ilmu dan mengamalkan ilmunya sebaik mungkin.

05/08/20

Hanan

Bismillah... 

Udah lama banget ngga nulis jurnal. 

Padahal banyak moment yang seharusnya aku bisa tulis buat pengingat di masa depan. 

Misalnya aja, nulis soal Hanan dan perkembangannya sampai sekarang umurnya 10 tahun. 

Hanan sekarang... Baiklah dari mana aku bisa ceritainnya ya. 

Dimulai dari rasa syukurku, menjelang ulang tahunnya yang ke 10, Hanan sudah dikhitan. Sounding tentang khitan udah lama. Bahkan kalo ngga salah ayahnya udah sounding sejak bulan-bulan akhir di tahun 2019.

20/02/20

'Kejutan' Hanan

Saat itu, Hanan pulang sekolah, kuperhatikan air mukanya lesu. Sepanjang perjalanan pulang, mulutnya tak bersuara.  Kalau sudah begini, pasti ada sesuatu di sekolah. Kucoba membuka obrolan.

Ibu: Halo... kok diem aja, nih? 
Hanan: Pusing kepalanya, tadi teriak-teriak terus.

Lagi-lagi, Nasihat Terpenting Itu...

Kemarin, seIndonesia dikejutkan dengan meninggalnya suami dari seorang pesohor negeri ini. Suami dari BCL, yaitu Ashraf Sinclair, yang juga pesohor. Jujur agak kaget karena setahuku, BCL dan Ashraf baru aja berfoto ria di New York. Aku ngga  follow IG mereka berdua, dan ngga terlalu ngikutin berita mereka juga. Tapi sempat tahu kabar sekilas dari media online. Yang menambah kaget juga, karena BCL bukannya malam sebelumnya masih hadir di Indonesian Idol? Sekepo itu aku, sampai kubuka IG BCL dan masih terlihat Instastorynya diposting malam menjelang subuh. Belakangan muncul keterangan bahwa Ashraf dinyatakan sudah meninggal juga beberapa menit menjelang subuh. Segitu mendadaknya, segitu tak terduganya.


Innalillahi wa Inna ilaihi roojiuun. Sungguh usia itu misteri. Dekat dan jauhnya hanya Sang Pemberi Waktu yang tahu. Hatiku seketika ikut pedih. Ikut berempati dengan BCL sebagai ibu muda dengan anak yang masih kecil. Pedih karena membayangkan perasaan anaknya yang harus ditinggal ayahnya secepat itu, saat usianya masih muda, 10 tahun. 


Langsung teringat dengan seorang teman yang juga mengalami hal yang sama persis. Yaitu teman Zhafi waktu sekolah dasar yang juga anak tunggal. Ayahnya meninggal tiba-tiba tanpa ada sakit atau penanda apapun sebelumnya. Juga ditinggalkan saat usia yang kurang lebih sama, 10 atau 11 tahun.


Mendengar kedua berita itu, rasa sedihnya sama. Sedih karena membayangkan kepedihan mereka ditinggal orang yang dicintai, apalagi di saat-saat masih benar-benar membutuhkannya. 


Tapi kemudian banyak hikmah yang sampai kepadaku, yang sedang berusaha kupelajari. 


Hidup hanya sekali, cintai dan jaga orang-orang terdekatmu, yang selalu ada untukmu. 


Hidup hanya sementara, usia tak pernah bisa kita duga. Gunakan sisa waktu sebaik yang kita bisa, seolah kematian itu sudah di depan mata. Untuk persiapkan bekal terbaik di perjalanan ke alam berikutnya.


Tidak ada kehidupan yang sempurna. Selalu ada cobaan dan ujian, ada kekurangan dan kelemahan. Setiap orang menjalani ujian yang berbeda. Setiap orang memiliki hal yang kurang. Jadi untuk apa mengeluhkan kehidupan sendiri dan mengidamkan bisa menjalani kehidupan orang lain yang (tampak) sempurna. Allah tahu kemampuan kita, dan tahu ujian apa yang sesuai untuk kita lewati. 

Dan satu lagi... 

Melihat banyaknya pemberitaan tentang Ashraf, alhamdulillah positif semua. Dia dikenal sebagai orang yang ramah, memberi pengaruh positif ke orang-orang di sekitarnya, suportif, passionate, dermawan, dan sosok suami dan ayah yang baik. Lalu, aku ingin dikenang sebagai orang yang baik? Tanyaku pada diri ini, kebaikan apa yang sudah kuperbuat untuk sesama? Untuk keluargaku? Untuk teman dan sahabatku? Untuk lingkunganku? Untuk agamaku? Untuk negeri ini? Untuk bumi ini? 

Semoga Allah beri aku taufik dan hidayah untuk selalu mengamalkan ilmu dan beramal sholih sebanyak-banyaknya, dan kekuatan untuk menjauh dari segala sesuatu yang tak diridhoinya.


Hari-hari Bersama OAT

Sudah sejak bulan Mei aku akrab dengan OAT alias obat anti tuberkulosis. Sejak Fariha divonis positif TB, rutinitas bertambah setiap pagi. S...