21/03/14

Jangan Menyuruh Anak Belikan Rokok

Gambar dari health.detik.com
Sore ini, ada kejadian yang cukup mengusik pikiran saya. 

Bermula ketika saya sedang menemani anak-anak bermain di sekitar rumah. Si Sulung, Zhafi sedang asyik keliling dengan sepedanya, dan saya sedang melatih Si Bungsu mengayuh sepeda roda empatnya sambil menyapa dan ngobrol ringan dengan tetangga. 

Saya baru menyadari Si Sulung, Zhafi, sedang berhenti di depan sebuah rumah setelah sebelumnya saya sekilas melihatnya sedang dipanggil oleh bapak si pemilik rumah tersebut. Tidak lama Si Sulung pergi dengan sepedanya dan kembali beberapa menit kemudian membawa sesuatu. Saya baru menyadari yang dibawanya itu adalah dua bungkus rokok! Iya, rokok. Ternyata bapak itu menyuruhnya membelikan rokok. Tidak berhenti sampai di situ, ternyata rokok yang dibelikannya ngga sesuai selera si Bapak. Si Bapak meminta Zhafi menukarkan rokok itu dengan merek lain, sambil membekali dengan catatan kecil yang mungkin berisi nama rokok yang dimaksud. 

Keluarga dari pihak saya tidak ada yang merokok, dan saya menikahi pria yang juga bukan perokok (walaupun dari keluarganya ada juga yang merokok). Saya dan suami pun sama-sama tidak menyukai rokok, asap rokok, dan perilaku orang yang sedang merokok (bukan membenci orangnya). Kami prihatin dengan sikap orangtua yang menyuruh anaknya membelikan rokok, itu artinya mengajarkan anaknya sendiri untuk merokok. Kami tahu bagaimana peran rokok yang sudah sedemikian merugikan dan kami pun berbuat sejauh yang kami bisa untuk menjauhkan kami dan orang lain dari cekikan asap rokok. Salah satunya dengan menegur orang yang merokok di tempat umum, apalagi yang jelas-jelas ada tanda dilarang merokok.

Ketika mendapati kejadian sore tadi, bisakah dibayangkan bagaimana perasaan saya? Mangkel? Lebih dari itu. Saya merasa kecolongan, dan saya jengkel luar biasa. Ingin saya tegur saat itu juga. Tapi, tidak semudah itu. Kami hidup bertetangga, dan perlu sikap yang tepat untuk menghadapinya. Terlebih bapak tersebut cukup berpengaruh di lingkungan rumah kami. Akhirnya yang bisa keluar dari mulut saya adalah candaan. Wah, Zhafi beliin rokok, lain kali jangan mau ya, Zha. Hehe...." Entah bagaimana si Bapak itu menangkap makna candaan saya. Mungkin candaan itu sudah seperti sindiran. Atau bapak itu menangkap makna yang berbeda, misalnya "masa anak bantuin orang yang lebih tua dilarang". Yah... saya belum pandai berdiplomasi atau menyusun kata -_-.

Apapun itu, terserahlah. Yang terpenting, saya harus menjelaskan sesuatu kepada Zhafi. Saya katakan betapa saya senang Zhafi mau memberikan bantuan ringan kepada orang lain, saya memuji niat baiknya. Lalu saya sampaikan, kalau dia boleh sekali membantu jika diminta tolong untuk membelikan sesuatu, asal itu hal yang baik, seperti makanan atau minuman yang baik. Tapi, kalau ada yang  meminta dibelikan rokok, Zhafi harus berkata tidak. Zhafi sampaikan ke orang itu, "aku ngga mau ah beliin rokok, tapi kalo mau minta dibeliin makanan, ayok sini uangnya, aku beliin". Saya belum punya moment untuk menjelaskan alasan kenapa harus bersikap begitu, karena khawatir Zhafi merasa down dan menyurutkan motivasinya untuk memberi bantuan kepada orang lain. Tapi saya, berjanji ketika sudah tepat saatnya, saya akan mengajaknya diskusi tentang hal itu, dalam suasana yang santai tentunya. 

Masalah selesai? Tidak. Saya benar-benar terusik dengan kejadian tadi sore. Dalam pikiran saya, berkali-kali terngiang kalimat seperti, "Ayahnya aja ngga pernah nyuruh Zhafi belikan rokok (ya iyalahh... wong merokok juga enggak :D alhamdulillah), tapi orang lain berani-beraninya nyuruh anak orang lain, anak saya, untuk beli rokok!". 

Entah hikmah apa yang bisa saya ambil dari kejadian tadi. Yang pasti, setiap kejadian adalah suatu pembelajaran bagi saya, dan dalam hal ini juga pembelajaran bagi Zhafi. Saya belajar bagaimana menguasai hati saya yang mangkel dengan kejadian itu dan menyikapinya dengan sepositif mungkin. Zhafi (saya harapkan) juga bisa belajar bahwa tidak semua permintaan bantuan itu bisa diloloskan. 

Satu hal lagi yang saya dapatkan dari kejadian ini. Dari mbah Google saya jadi tahu ada peraturan yang melarang siapapun menyuruh anak di bawah 18 tahun untuk MEMBELI rokok. Peraturan tersebut ada dalam Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamann Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Pasal 46 dalam peraturan tersebut berbunyi, "Setiap orang dilarang menyuruh anak di bawah usia 18 (depalan belas) tahun untuk menjual, membeli, atau mengonsumsi Produk Tembakau". Larangan ini terdapat di bagian keempat tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak dan Perempuan Hamil.



4 komentar:

Farichatuljannah mengatakan...

wah iya mak kebetulan mbak ku dirumahnya juga buka toko,, sering bgt aku lihat anak-anak disuruh mbeliin rokok...

Anonim mengatakan...

masih sering lho, hal-hal kayak gini.. bikin anyel juga ya Mak

Rie mengatakan...

Iya, mbak Icha... kaya hal itu hal yang lumrah, padahal... hiks... menyuburkan generasi perokok...

Rie mengatakan...

liat orang nyuruh anak beli rokok aja udah gemes, ya mba Wening. lah ini anak e dewe je. hehe...

Hari-hari Bersama OAT

Sudah sejak bulan Mei aku akrab dengan OAT alias obat anti tuberkulosis. Sejak Fariha divonis positif TB, rutinitas bertambah setiap pagi. S...