21/04/11

Perjalananku Memahami Problem Kesehatan Anak


Hari-hari dalam seminggu ini terasa sangat berat. Hanan rewel. Memang karena sedang sakit. Dan yang membuatku sedih aku tahu dia rewel karena merasa sakit. Ibu mana sih, yang ngga sedih melihat anak menangis karena merasakan sakit. Tapi aku juga harus bergulat secara fisik karena aku harus tahan menggendong dan begadang. Untung disini banyak orang yang bisa dimintai bantuan. Bapak, ibu, si embak yang bisa bantu gentian menggendong.

Alhamdulillah puji syukur ya Rabb, pagi ini tampaknya Hanan sudah mulai merasa nyaman, tidurnya bisa nyenyak meski ditaruh di tempat tidur, tidak selalu digendong. Semoga ini tanda kondisi tubuhnya akan segera pulih kembali.

Aku mau cerita sedikit tentang hikmah yang aku dapat selama perjalanan ini. Apa ya. Yang pertama, aku jadi ‘terpaksa belajar’ tentang ilmu kesehatan.

Sebenarnya sejak awal zhafi lahir. Ketika itu aku mudah sekali terserang rasa panik karena hal-hal yang aku belum pelajari. Aku baru saja jadi ibu, tapi aku kurang atau malah ngga belajar dahulu tentang serba serbi bagaimana pertumbuhan dan kesehatan anak. Sehingga aku ngga tahu apa-apa tentang common problems pada bayi baru lahir, tentang ASI, tentang banyak hal deh. Jadinya ketika ada satu hal yang kukira itu masalah, aku jadi panik dan langsung bawa ke dokter. 
Ya…baru umur 2 hari zhafi kubawa ke dokter karena menurut ibuku, baby Zhafi kurang pipisnya. Dan setelah di bawa ke dokter dan ditimbang di sana, beratnya turun. Dokter anak yang kukunjungi itu tipe dokter yang ‘tampak mudah panik, dan sedikit nakut-nakutin’. Menurutnya ini harus segera ditangani. Dikasihlah obat yaitu tebak…antibiotik. Aku yang belum tahu bahwa berat bayi setelah lahir bisa saja turun dalam 2-3 hari dan itu adalah hal yang biasa, karena lalu akan naik lagi beratnya, langsung ikutan panik. Thanks to that doctor *$#^%@! 
Sampailah di rumah aku minumkan obat-obatan itu ke Zhafi. You know what….dari dalam hati yang paling dalam…aku sebenarnya enggan memberikan obat-obatan itu, apalagi mitosnya antibiotik harus habis. Tapi seingatku, nurani ku menang,dan antibiotik itu ngga kuhabiskan. (Belakangan aku tahu, prinsip minum antibiotik adalah kalau si anak positif terpapar bakteri jahat. Untuk tahu ada bakteri jahat atau tidak harus melalui pemeriksaan laboratorium. Kalau memang positif, baru minum antibiotik dan harus dihabiskan, supaya bakterinya tuntas tersapu bersih. Tapi……kalau tidak ada bakteri, buat apa diresepin antibiotik? Dan buat apa memimunkannya sampai habis. Alih-alih sehat, bakteri baik dalam tubuh malah jadi mati dan bikin tubuh gampang sakit. Belum lagi efek samping yang ditimbulkan oleh bakteri.) 
Back to zhafi’s story. Yang jelas, saat itu sebenarnya zhafi sama sekali ngga perlu dibawa ke dokter. Berat nya yang turun di hari kedua pun sebenarnya hal yang normal terjadi. Dan yang paling kusesalkan….aku sudah memberinya obat yang tak berguna sama sekali di usianya yang baru 2 hari. Saat itu sebenarnya aku merasa ada ngga sreg. Walau itu dibilang obat, tapi aku merasa salah memberikan obat itu ke zhafi.
Tapi karena saat itu internet belum sampai rumah, belum jadi kewajaran ada jaringan internet di setiap rumah, terlebih status finansial kami yang belum jelas karena belum ada penghasilan sama sekali (yang ada hutang), jadi mau pasang internet ga bisa, beli buku juga mikir-mikir. Jadilah….mendapatkan informasi tentang kesehatan anak, ASI dan tumbuh kembang bukan hal yang bsia dengan mudah dilakukan. Kecuali pinjam buku ke teman. Itupun terbatas. 
Dan muncullah kepanikan-kepanikan lain karena ‘masalah-masalah’ baru muncul. Masalah yang sebenarnya lumrah terjadi pada bayi, masalah menyusui yang juga lumrah terjadi. Tapi referensiku Cuma ibu. Padahal ibu (dengan segala hormat) juga tidak banyak mempelajari ilmu-ilmu yang kubutuhkan. Ibu sangat mengandalkan dokter. Referensi lain? Tetangga.Tentu saja informasinya simpang siur, tidak menyeluruh.

Masalah apa aja yang muncul? Seperti kolik, jarang BAB, air susu yang kukira kurang, sehingga aku memutuskan me’nambah’nya dengan susu formula, dan berbagai masalah lain yang andai saja aku sudah pelajari sejak awal ilmunya, aku tahu pasti cara yang terbaik untuk mengatasinya. 

Untungnya setelah itu hampir tidak ada masalah berarti yang membuatku sampai membawanya ke dokter. Tidak ada batuk pilek, tidak ada demam (mungkin sempat demam barang sehari, aku lupa), berat badan juga selalu naik setiap bulan, malah terlihat sangat chubby, serta tumbuh kembangnya terlihat normal dan aktif. Alhamdulillah….di tengah keterbatasanku akan informasi, Allah memberikan nikmat sehat buat bayiku.

Sampai usia zhafi sekitar 6 bulan, yaitu ketika dia mulai makan. Dia mulai batuk pilek. Harusnya sih, ini bukan masalah berarti. Batuk pilek itu biasa, karena virus dan bisa sembuh sendiri. Tapi….aku nggak tau ilmunya. Yang jelas, aku merasa zhafi perlu segera diobati. Dan jadilah aku pergi ke dokter, meski suami sebenarnya merasa belum perlu, tapi karena melihat aku yang udah mutung dan ngambek, akhirnya bersedia bawa zhafi ke dokter. Mulailah kembali perjalanan zhafi dengan obat-obatan, dengan antibiotik, dengan irrational use of drugs.

Yang pasti semenjak itu hampir tiap bulan zhafi batuk pilek, yang mana itu hal biasa. Karena bayi mudah terserang batuk pilek setidaknya 6 – 12 kali dalam setahun. Tergantung kondisi lingkungannya. Kalau saja aku sudah tahu ilmunya, aku nggak akan pernah bawa zhafi ke dokter, karena seingatku, disamping batpil, kondisi zhafi sangat amat sehat. Tapi lagi-lagi, setiap kali batpil, selalu kubawa ke dokter, dan selalu diresepin antibiotik dan puyer. Sebulan sebelum ulang tahunnya, zhafi diare. Kubawa ke dokter dan dapat AB. Sembuh sebentar, sebulan kemudian diare. Diare ini sampai 3-4 kali kubawa ke dokter berbeda yang semuanya spesialis anak. Dan semuanya selalu mengoleh-olehi resep AB dan puyer. Sampai diare yang terakhir ada bercak darah. 
Mau nangissss rasanya. Aku merasa anakku kok gampang sakit sih? Apa yang salah? Dan aku juga merasa setiap ke dokter dan minum obat ngga menyelesaikan masalah dengan efektif. Padahal udah keluar biaya, capek bolak-balik ke dokter. Beruntung, saat itu aku sudah pindah ke Jakarta dan bisa mengakses internet dari rumah. Mulailah perjalananku mencari informasi yang bisa membantuku menjawab pertanyaanku: kenapa anakku gampang sakit? Kenapa dia bisa diare? Kenapa bolak-balik batuk pilek?

Syukurlah, alhamdulillah, penelusuran lewat internet membawaku pada komunitas milis Sehat. Aku join jadi anggota, lalu mulai bertanya perihal anakku. Aku cerita riwayat kondisi sakitnya zhafi. Beruntung pertanyaanku mendapat respon dari pendiri milis itu, Bunda dr. Purnamawati. Dia dengan tegas memintaku untuk menyetop semua obat-obatan terutama AB. Awalnya aku sangsi juga. Kok tanpa melihat dan bertanya banyak tentang kondisi anakku, dia yakin dengan advisnya. Lalu setelah aku baca suatu artikel tentang penyebab diare, dan salah satunya adalah diare akibat pemakaian antibiotik, aku tanpa ragu lagi menyetop obat-obatan dan observasi kondisi anakku dengan teliti. Ditambah dengan asupan pedialite, dan relaktasi kembali, jadi anakku ngga minum susu lain selain ASI. Alhamdulillah diare berhenti dengan sendirinya. Dan anakku kembali sehat. 

Bodohnya aku, setelah kejadian ini, aku bukannya menambah ilmu dan banyak sharing di milis, tapi malah ngurusin yang lain. Milis sehat nggak aku tengok2 lagi. Aku ngga lagi belajar soal kesehatan anak. Aku waktu itu cukup puas dengan ilmuku yang cetek. Yaitu kalau sakit karena infeksi virus ngga perlu AB. Tapi ngga bener-bener mendalami karakteristik penyakit yang banyak diderita anak pada umumnya. 
Sehingga ketika beberapa bulan kemudian zhafi muncul reaksi alergi yang parah di kulit, ketika aku bawa ke dokter, dokternya meresepkan antibiotik oral dengan alasan infeksi di kulit ini bisa ditunggangi bakteri. Akhirnya dengan ilmu cetek yang aku punya, aku ngga punya nyali sama sekali untuk mengajak dokternya diskusi lebih jauh. Dan kutebuslah resep itu. Walau akhirnya ngga sampai hati meminumkan ABnya. 
Jalan pintasnya, aku browsing mencari dokter anak yang cukup RUM, dan aku menemukan nama dr Isabella. Memang dokter ini tampak lebih rasional memberikan resep. Dia tidak sembarangan ngasi antibiotik. Tapi…untuk obat lain seperti obat batuk dan anti histamine masih dia rekomendasikan. Dan yang terpenting, dokter ini mau melayani pertanyaan dengan ramah, dan komunikatif. Tampak ada usaha dari dia untuk bisa memberikan layanan konsultasi kesehatan, walau menurutku belakangan, dia sepertinya kurang RUM juga. Semenjak itu, untuk urusan ke dokter anak, sebisa mungkin aku pergi ke dokter Isabella ini. 
Tapi masalah alergi zhafi yang sangat parah bikin aku pusing. Karena gatal, kulitnya digaruk sampai bonyok ngga karuan. Browsing lagi ketemu dr. Amarullah, yang naturapati. Terapi herbal dengan dia memeberi efek yang cukup signifikan, karena kulitnya tidak lagi bonyok. Hanya saja masih terlihat kasar dan juga sering batuk pilek di pagi hari, tanpa demam, yang merupakan reaksi alergi lainnya. Aku cukup percaya diri dengan terapi ini. Belakangan memang, aku agak khawatir juga adakah efek buruknya di jangka panjang, setelah aku sedikit mengetahui ada yang namanya reaksi antar apa yaa….kok lupa namanya, pada obat herbal.
Tapi terlepas dari itu, dari dokter Amarullah itu, aku ngga pernah bawa zhafi ke dokter lain. Paling setiap 3 bulan control. Kondisi zhafi cukup sehat, selain batuk pilek karena alerginya. 
Dan akupun lupa untuk kembali belajar soal kesehatan anak. 
Aku kembali bolak-balik ke dokter anak (bukan karena imunisasi) sejak aku menyadari BB Hanan (adiknya Zhafi)yang ngga naik selama 3 bulan. Pertama ke dr. Widodo, yang mendalami alergi dan imunologi. Sebenarnya selain BBnya yang tidak naik, kondisi Hanan baik-baik saja waktu itu. Tidak demam, tidak pilek, tidak batuk, tidak diare.

Dua hari kemudian, mulailah batuk, yang diikuti dengan pilek dan demam. Semula aku tidak membawanya ke dokter. Karena aku yakin itu Cuma common cold, dan akan sembuh sendiri. Tapi…demam datang dan pergi. Sampai 3 minggu kemudian, demam sepanjang hari selama 7 hari. Dalam 7 hari itu, aku bolak balik ke dokter Isabella sampai 2 kali, dan ke dokter umum 1x. dan bolak-balik ke RS sampai 5x untuk terapi uap yang direkomendasikan dokter Isabella. Dalam 7 hari itulah aku kembali berkutat dengan milis Sehat. aku baca semua threadnya, buka2 filesnya, browsing link-link yang direkomendasikan. Aku menguatkan diri kalau Hanan hanya common colds. Dan setelah itu memang panasnya turun, dan Hanan tampak sehat walau masih batuk. Akupun ngga mau lagi lalai, aku tetap berusaha rajin membuka milis sehat. Tapi kondisi sehatnya hanya seminggu… karena setelah itu dia kembali demam. Seminggu kemudian kubawa ke dokter di markas sehat.
Oleh dokter Astrid, didiagnosa common colds setelah melalui diskusi yang cukup lama. Aku pun lega mendengarnya. Dan benar, besoknya Hanan kembali tampak menyenangkan. Namun seminggu kemudian lagi-lagi…dia mudah rewel…sampai-sampai sangaaaaattttt rewel dan hampir ngga bisa tidur sedikitpun. Akhirnya Minggu kemarin aku bawa lagi ke dokter di milis sehat. Setelah diskusi, dokter mencurigai ISK dan menyuruhku melakukan tes darah dan urin rutin. Ternyata memang positif ISK, sehingga harus terapi AB, sambil tetap melakukan urin kultur. Kemungkinan juga dalam waktu dekat akan dilakukan sirkumsisi. Supaya potensi ISKnya ngga muncul lagi. 
Intinya…selama pergulatan mencari apa sihh penyebab demam yang on-off selama 2 bulan terakhir ini membuat aku lebih memperdalam ilmu kesehatan, lebih memahami karakteristik penyakit yang umum diderita anak melalui sharing-sharing para orangtua di milis, walau masih bingung soal imunisasi…. Yang pasti, aku ngga akan berhenti belajar soal ilmu kesehatan ini. Meskipun anak-anakku sudah sehat walafiat (aminnn Ya Rabbal Alamin), aku akan tetap ngeluangin waktu untuk belajar ilmu kesehatan anak dan parenting. Biar bisa ikutan sharing, kasih masukan buat sesama orangtua lainnya.

Hari-hari Bersama OAT

Sudah sejak bulan Mei aku akrab dengan OAT alias obat anti tuberkulosis. Sejak Fariha divonis positif TB, rutinitas bertambah setiap pagi. S...