16/10/09

Me, Zha, and 'Tantrum'

Ha…hh bingung cari judul. Ini aja kali yah. Well sebenernya ngga terlalu lesson-lesson banget sih. Cuma…aku rada-rada dapat pencerahan hari ini, tentang bagaimana menghadapi anakku semata wayang itu yang punya hobi…”rewind” dan lagi dalam masa kritis “tantrum”. Ini based on my experience ya, with my little buddy. Ngga pake bahasa ilmiah, soalnya bukan mau kuliah psikologi perkembangan anak. Ya...tau teori...tapi prakteknya tetep terkaget-kaget dan kudu belajar lagi....
Kuncinya…
  1. Tenang dan ikhlas. Bukan sabar yaa….karena kalau memaksakan untuk sabar…susah… Tapi biarkan sabar itu keluar secara otomatis dari hati yang ikhlas. Dan tenang aja, kelakuan negatif seperti itu bukan dia maksudkan untuk menyerang orangtuanya, tapi karena justru dia sendiri sedang merasa tidak nyaman, dan butuh pelampiasan, karena dia sendiri tidak tahu harus bagaimana. Nah…peran orangtua di sini adalah….menerima kondisi itu, ikhlas…karena kita ini sedang dititipi amanah oleh Allah, jadi sikap negatif itu ya biarkan saja sebagai pelampiasan untuknya. Tapi…bukan terus membiarkan begitu saja. Oke, cek poin kedua.
  2. Cari alternatif untuk mengalihkan perhatian dan mengambil jarak sebentar untuk meredakan emosinya. Ini supaya marah dan permintaan anehnya tidak keterusan. Kalau dia sedang tantrum atau marah ngga jelas (karena dia sendiri tidak tau mau marah terhadap apa, dan tambah kesal kalau orangtua atau pengasuhnya tidak bisa meredakan perasaannya yang tidak nyaman), cari cara untuk bisa pergi sejenak dari tempat kejadian perkara. Alasan harus masuk akal. Bukan mengancam meninggalkan dia seperti, “udah ah…ibu capek…kalau belum selesai…tak tinggal dulu” (jujur...I once did it :-[ ). Itu jelas-jelas bagi dia adalah kalimat penyerangan, yang olehnya diartikan kira-kira begini, “kok ngga ngerti sih…kalau aku lagi bete, malah ditinggalin gini”. Jadi gimana cara meninggalkan dia, alasannya misalnya, “bentar ya…ibu mau ambil jemuran….udah kering tuh, nanti malah pada terbang”, atau “bentar ya…ibu mau minum dulu, haus nih…nanti balik lagi…”. Kuncinya…nada bicara juga tidak bernada menyerang, tapi lebih pada menunjukkan seakan ibu pergi untuk keperluan yang harus dipenuhi atau dilakukan, bukan sengaja meninggalkan karena capek nungguin dia. Nah…setelah ‘berhasil’ keluar dari tempat kejadian perkara, ambil jeda sejenak…sekitar 5 menit, dan sepertinya si anak sudah tenang, kembali ke TKP sambil membawa sesuatu yang dirasa efektif mengalihkan perhatiannya. Tapi…biasanya…ketika ditinggal itu, dia sudah bisa menenangkan diri. Jadi objek pengalih perhatian mungkin tidak diperlukan lagi.
  3. Setelah bertemu lagi di TKP, dan dia sudah terlihat tenang, ajak bercanda…jangan ungkit dulu kejadian sebelumnya, karena mungkin dia akan meledak lagi.
  4. Nah…di saat saat tenang…saatnya nih…kita mulai ajak dia diskusi…beri pemahaman tentang perasaan dia ketika sedang tantrum itu apa namanya, rasanya seperti ini, cara menyalurkannya seperti ini, kasih contoh. Tapi…semua diskusi itu ngga akan berhasil kalau orangtuanya sendiri tidak bisa menjadi teladan atau tidak memberi contoh yang sesuai. Orangtua juga harus nunjukin bagaimana bersikap ketika menghadapi perilaku menjengkelkan anak. Dari situ dia akan melihat dan mencontoh sikap positif yang dicontohkan orangtuanya ketika dia menghadapi orang lain yang bersikap menjengkelkan atau negatif. Sebaliknya kalau orangtua menunjukkan sikap defensif atau keras, atau main fisik ketika anak berperilaku menjengkelkan, itu juga yang akan dia contoh nanti, dan itu bakal mengakumulasi sikap tantrumnya.
Wah…aku bilang ‘kunci’ ya…tapi kok kuncinya panjang-panjang. Yah sudahlah…pokoknya begitu yang dapat kusimpulkan hari ini. Tapi…lain anak bisa lain cerita. Bukan berarti itu aturan saklek. Bisa saja lain atau berubah 'teori'nya. Tapi kunci utamanya tetep: ikhlas pangkal sabar, tenang pangkal sikap positif. Begituuuu ganti.
(Zha..., your the best teacher for me...)

09/10/09

Pedes Nii ...


Suatu siang...

Yangti: Ayoo...makannya dihabiskan ya. Minumnya nanti kalau makannya udah habis.
Zha : Mmh....(sambil mengunyah)

************

Zha : Boleh minum yaa...?
Yangti: Nanti...kalau makannya sudah habis.
Zha : Pedessss...nii
Yangti: Oh yaa.. ini...


Pic from: http://www.jajanan.com/node/6496

08/10/09

Mas Zhafi Yang Ramah


Keramahan Zhafi terlihat setiap kali di bertemu dengan orang-orang di luar penghuni rumah.

Waktu silaturahmi ke Plosokuning lebaran lalu, keliatan sekali dia menikmati suasana di sana. Banyak ketawa, ngajak senyum, bahkan ikut 'ngudang' anak umur 5 bulan. Ngikutin ibunya.

Teman-teman Yangti bukan lagi 'musuh'nya. Sekarang dia selalu menunjukkan mukanya tiap kali Yangtinya dijemput temannya.

Ya...pokoknya setiap ada tamu, entah itu teman ayahnya, teman eyangnya, atau tukang sate, tukang bubur, siapaaa aja yang dateng kerumah, pasti diajak ngobrol. Bahkan terakhir-terakhir ini, tukang penjaja makanan yang belum pernah dia kenal, dia ajak ngobrol. Nanyain kucing yang lewat di dekatnya si abang tukang, nanyain gerobaknya, apaa aja yang dia liat bisa jadi bahan obrolan. Hehe.

Kemarin, waktu sepupuku dari Solo ke rumah, Zha juga seneng banget ngintilin dia. Ada puzle kayu yang bentuk rangkaian kubus-kubus kecil yang harus dirangkai jadi 1 kubus besar yang kita punya, tapi belum ada satu pun dari kita yang berhasil menyelesaikan itu puzzle. Nah...kebetulan Om Ardi ini nyoba, dan berhasil. Zhafi lihat juga waktu itu. Besoknya, waktu si Om-nya pulang dari tes kerja, waktu mau masuk rumah, Zhafi langsung lari ambil itu puzzle dan menyambut Om-nya ini dengan pertanyaan, "ini yang bikin siapa?"

Haha...Zhafi...kamu kan udah tahu si Om yang bikin. Tapi itulah salah satu bentuk keramahannya. ;)

Sempat juga seminggu yang lalu, sejak pulang dari lebaran, Zhafi sedang mengalami fase tantrum. Awalnya senewen juga, aku ngadepinnya, lha....dikit2 nangis. Untung aku cepet inget, tentang tantrum. Aku coba baca-baca lagi literatur tentang itu. Dan aku bisa lebih rasional ngadepin tantrumnya sehingga ngga sering muncul. Paling ni...sekarang ini dia nangis kalau diajak mandi. Pfft....

07/10/09

Ikhlas Itu Melegakan


Meski tau dari dulu, kalau kita harus mudah memaafkan orang lain, karena dengan memaafkan hati kita lebih tenang, tapi ngga mudah untuk benar-benar menerapkannya, bahkan menyadari maknanya.

Setiap Idul Fitri, ada ritual sungkeman. Dulu, aku selalu menangis karena haru, terpengaruh suasana sungkeman, tapi makna sungkeman itu tidak benar-benar aku hayati. Dua tahun terakhir, aku tidak mau terlalu terbawa suasana, dan tidak boleh menangis. Ya...aku memang ngga nangis, tapi...kok hati rasanya hampa ya, berat gitu. Rasanya beban belum sepenuhnya lepas.

Idul fitri tahun inilah yang menurutku benar-benar memberi makna tersendiri. Aku mungkin masih menyimpan rasa amarah dan sedikit dendam, iri...dan mungkin hampir semua penyakit hati masih menganga lukanya, belum tuntas terobati. Di malam-malam menjelang Idul Fitri tahun ini, alhamdulillah, Allah memberikan hidayahnya padaku. Aku seakan tercerahkan.

Aku akhirnya memutuskan untuk ngga mau memelihara lebih lama lagi semua luka yang kubiarkan tak terawat. Kuikhlaskan semua hal-hal yang masih membebani pikiranku, tentang orang yang kunilai berbuat salah padaku, tentang memaafkan diri sendiri, tentang ketidakpercayaandiriku, dan tentang semuanya. Dan di hari Idul Fitri itu...bener-bener aku ikhlas atas segala yang akan terjadi padaku. Aku hanya berikhtiar, melakukan yang terbaik yang aku bisa, memberikan yang terbaik yang aku punya, selebihnya kuasa Allah yang berperan. Aku ngga mau ngoyo lagi, kasihan 'hatiku' keberatan beban.

Alhamdulillah...setelah semua itu, aku jadi lebih ringan ngga terlalu mikirin hal yang ngga perlu atau yang menghambat diriku. Walau...sesekali, aku masih merasa down, tapi ngga terlalu berpengaruh pada suasana hatiku.

Menurutku ini suatu titik yang penting dalam hidupku. Titik di mana aku tidak lagi terlalu memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang aku. Tapi suatu titik dimana aku mulai memikirkan apa yang bisa kuberikan pada orang lain. Cuma masalahnya, itu jadi masalah berat tersendiri, mengingat selama ini aku sangat egois dan hanya mementingkan diri sendiri, sehingga melakukan sesuatu atau memberikan sesuatu untuk orang lain jadi sesuatu yang kurang biasa dilakukan dan jadi berat karena belum biasa.

Tapi niat akan selalu ada, dan kakiku akan selalu melangkah ke depan walau dengan tertatih, terseok, merangkak (halah....puisi), walau langkah yang hanya 1/2 centi, tetap akan selalu ke depan.

Pic From http://raikage-shoryu.blog.friendster.com/tag/hikmah/

Hari-hari Bersama OAT

Sudah sejak bulan Mei aku akrab dengan OAT alias obat anti tuberkulosis. Sejak Fariha divonis positif TB, rutinitas bertambah setiap pagi. S...