Malam Kamis, setelah Isya’ terjadi percakapan ini:
(Sepulang dari musholla, Zhafi yang memakai kostum pergi,
mau berganti pakaian rumah/ tidur.
Ibu : Zhafi
ngga usah ganti baju, kita mau ke rumah sakit, periksain Adek ke Dokter.
Zhafi : Yah, besok
Zhafi mau puasa.
Ibu : Puasa?
Tadi Bunda Sari ngajak puasa sunah (Tasu’a) besok ya?
Zhafi : Nggak,
kata Pak Ustadz tadi, besok puasa.
Ibu : Oo…
Syukur #1: Zhafi konsisten sholat di mesjid setiap Maghrib
dan Isya’
Syukur #2: Zhafi ikut mendengarkan kajian di mesjid bersama
Ayahnya
Syukur #3: Zhafi mengikuti ajakan berpuasa sunnah besok
harinya.
Tentang Anak berpuasa
Bulan Zulhijjah yang lalu, kami sekeluarga berniat banget
untuk menjalankan puasa Arafah. Alhamdulillah nggak seperti tahun-tahun
sebelumnya, rasa-rasanya tahun ini himbauan untuk berpuasa Arafah jauh lebih
intens. Sepertinya, karena udah bergabung di banyak grup WA, dan kebanyakan
grup itu berkali-kali mengirimkan reminder tentang puasa Arafah. Tahun sebelumnya…
mudah sekali terlupa. Selain itu, sekolah Zhafi juga memberi anjuran supaya
anak-anak ikut berpuasa. Sehingga sekolah pun berlangsung hanya sampai jam 11
saja (biasanya sampai jam 14.00).
Tanggal 9 Zulhijjah, aku semangat membangunkan Zhafi dan
ayahnya untuk sahur. Paginya menyiapkan kebutuhan sekolah dan kantor seperti biasa,
minus menyiapkan bekal. Siang jam 11, dia pun pulang sekolah. Kelihatannya
lemas. Aku ajak dia ganti baju dan tidur. Zhafi sempat minta minum, tapi aku Tanya,
apa yakin mau berbuka sekarang? Yahh, ibunya ini berharap Zhafi bisa puasa
sehari penuh. Zhafi ngga menjawab. Dan akhirnya tertidur.
Singkat cerita, setelah melihat kondisi Zhafi, aku beri dia
minum air putih dan pisang. Ternyata asam lambungnya naik. Ngga lama setelah
makan dan minum, perutnya mual dan akhirnya muntah. Kuberi makan pisang dan susu kedelai. Muntah lagi. Kuberi air
kelapa, muntah lagi. Terakhir aku beri jus timun. Alhamdulillah, keminum setengah
gelas – Zhafi belum jatuh cinta sama sayur, nii, semoga nanti. Setelah
itu tampaknya perutnya enakan, dan mulai bisa makan nasi.
Begitulah… kejadian itu sedikit meninggalkan rasa was was.
Waktu dia minta ikut puasa kemarin, jadinya aku pun sedikit ngga yakin. Aku ngga bangunkan
dia sahur. Tapi rupanyaaa…, pas bangun pagi, Zha marah. Keliatannya kesal dan
menyesal karena ngga bangun sahur. Itu berarti dia ngga bisa puasa, pikirnya. Aku
bujuk Zhafi, boleh berpuasa, karena sedang belajar, ngga papa sahur sekarang,
nanti berbuka sore atau maghrib. Zhafi ngga mau, katanya, itu bukan puasa
namanya. Lalu ayahnya ajak dia bicara. Ayahnya menenangkan Zhafi dan memberi saran,
kalau Zhafi mau tetap puasa, boleh saja. Cuma pagi ini paling tidak minum air putih
saja. Nanti tetap bawa bekal ke sekolah.
Jadi kalau Zhafi merasa ngga kuat, bisa berbuka di sekolah. Ayahnya juga
menenangkan aku. Hehe. Zhafi pengen puasa bu. Zhafi kuat in syaa Allah.
Ya, akhirnya aku pasrah. Setelah berpikir ulang, lebih baik
aku ikhlasin saja apapun yang terjadi. Ketika si anak punya keinginan kuat
untuk puasa, apa pantas orangtua melarang. Pasrahkan saja sama Allah. Sambil tetap
berdoa terus mohon Allah jaga anakku. Jangan
karena kejadian puasa Arafah yang sudah lalu, kemudian jadi kapok membiarkan
anak belajar berpuasa. Selain itu, ini juga pembelajaran buat Zhafi (dan juga
aku), untuk menentukan sikap dan tindakannya sendiri. Kalau yang dilakukannya
baik, harusnya didukung. Dan beri kepercayaan kalau dia bisa melakukannya.
Setelah itu, aku bisa melepaskannya pergi sekolah dengan
tenang. Toh sudah disiapkan bekal juga buat jaga-jaga. Teteeup. #emakrempong.
Siangnya, seperti biasa dong, aku jemput Zhafi jam 2 seperempat
siang di tempat biasa dia turun dari angkot. Ada sekitar 15 menit nunggunya. Biasanya, dia turun dari angkot bersama temen-temen sekolahnya. Nah, ketika
akhirnya ada angkot yang lagi nurunin anak-anak SAT (sekolah Alam Tangerang),
berharap Zha ada di antaranya. Ternyata ngga ada. Wa, pikirku, apa selisipan di
jalan, ya. Maksudnya, apa dia udah jalan pulang duluan, tapi ngga berpapasan di
jalan. Langsung jalan balik ke rumah sambil lihat kanan kiri. Ternyata sampai
rumah ngga ada. Akhirnya aku jemput ke sekolah. Ternyata ngga ada juga.
Telepon security di komplek, katanya belum lihat Zha pulang.
Mulaaaiii deeeh muncul pikiran-pikiran buruk. Tangan mulai berkeringat. Detak
jantung mulai terasa lebih kencang.
Laluuu, ketika aku masih dalam perjalanan dari sekolah menuju
tempat pemberhentian angkot, ayahnya telpon. Ayahnya mengabari kalau tadi Bunda
Sari (guru kelas Zha) kirim pesan lewat WA. Zha pulang jam 3. Baaaaru deh legaaa.
Saat itu jam 3.15 siang. Jadi kemungkinan ZHa memang baru aja turun dari
angkot. Benar aja, begitu aku sampai di tempat pemberhentian angkot, aku lihat
Zha di sana.
Setelah ngobrol-ngobrol di mobil dalam perjalanan ke rumah,
baru deh tau…
Ternyata, alasan kenapa dia pulang jam 3 adalah, karena dia
tidur di UKS. Kenapa? Karena badannya lemas, ngga kuat puasa, tapi juga ngga
mau berbuka. Saat bangun dari UKS, dan merasa ngga kuat jalan ke depan, dia
akhirnya berbuka dengan bekalnya (setelah di sarankan oleh bunda Sari). Baru
deh, punya tenaga untuk jalan.
Zhafiii… Ibu bangga padamu, Naak… calon imam dan hafidz yang
sholeh ;*
Cerita diatas memang ngalor ngidul. Tapi setidaknya, aku menuliskan ini sebagai pengingat diri sendiri.
1. Puasa itu ajang belajar buat anak juga ibunya. Anak belajar menahan hawa nafsu. Ibu belajar untuk tidak menyerah mengajarkan hal-hal baik apapun tantangan dan resikonya. Ibu juga belajar untuk membiarkan anak menentukan sikap. Jika baik dan positif, ya dukung, walau kelihatannya di awal terasa ada rintangan dan halangan.
2. Betapa bersyukurnyaaa aku ini harusnyaaaa lhoooo..... anak dekat dengan Islam, walau setahap demi setahap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar