23/10/15

Puasa Sunnah, Anaknya Belajar, Ibunya Juga Belajar



Malam Kamis, setelah Isya’ terjadi percakapan ini:
(Sepulang dari musholla, Zhafi yang memakai kostum pergi, mau berganti pakaian rumah/ tidur.
Ibu         : Zhafi ngga usah ganti baju, kita mau ke rumah sakit, periksain Adek ke Dokter.
Zhafi      : Yah, besok Zhafi mau puasa.
Ibu         : Puasa? Tadi Bunda Sari ngajak puasa sunah (Tasu’a) besok ya?
Zhafi      : Nggak, kata Pak Ustadz tadi, besok puasa.
Ibu         : Oo… 

Syukur #1: Zhafi konsisten sholat di mesjid setiap Maghrib dan Isya’
Syukur #2: Zhafi ikut mendengarkan kajian di mesjid bersama Ayahnya
Syukur #3: Zhafi mengikuti ajakan berpuasa sunnah besok harinya.

Tentang Anak berpuasa

Bulan Zulhijjah yang lalu, kami sekeluarga berniat banget untuk menjalankan puasa Arafah. Alhamdulillah nggak seperti tahun-tahun sebelumnya, rasa-rasanya tahun ini himbauan untuk berpuasa Arafah jauh lebih intens. Sepertinya, karena udah bergabung di banyak grup WA, dan kebanyakan grup itu berkali-kali mengirimkan reminder tentang puasa Arafah. Tahun sebelumnya… mudah sekali terlupa. Selain itu, sekolah Zhafi juga memberi anjuran supaya anak-anak ikut berpuasa. Sehingga sekolah pun berlangsung hanya sampai jam 11 saja (biasanya sampai jam 14.00).

Tanggal 9 Zulhijjah, aku semangat membangunkan Zhafi dan ayahnya untuk sahur. Paginya menyiapkan kebutuhan sekolah dan kantor seperti biasa, minus menyiapkan bekal. Siang jam 11, dia pun pulang sekolah. Kelihatannya lemas. Aku ajak dia ganti baju dan tidur. Zhafi sempat minta minum, tapi aku Tanya, apa yakin mau berbuka sekarang? Yahh, ibunya ini berharap Zhafi bisa puasa sehari penuh. Zhafi ngga menjawab. Dan akhirnya tertidur.

Singkat cerita, setelah melihat kondisi Zhafi, aku beri dia minum air putih dan pisang. Ternyata asam lambungnya naik. Ngga lama setelah makan dan minum, perutnya mual dan akhirnya muntah. Kuberi makan  pisang dan susu kedelai. Muntah lagi. Kuberi air kelapa, muntah lagi. Terakhir aku beri jus timun. Alhamdulillah, keminum setengah gelas – Zhafi  belum  jatuh cinta sama sayur, nii, semoga nanti. Setelah itu tampaknya perutnya enakan, dan mulai bisa makan nasi.

Begitulah… kejadian itu sedikit meninggalkan rasa was was.

Waktu dia minta ikut puasa kemarin, jadinya  aku pun sedikit ngga yakin. Aku ngga bangunkan dia sahur. Tapi rupanyaaa…, pas bangun pagi, Zha marah. Keliatannya kesal dan menyesal karena ngga bangun sahur. Itu berarti dia ngga bisa puasa, pikirnya. Aku bujuk Zhafi, boleh berpuasa, karena sedang belajar, ngga papa sahur sekarang, nanti berbuka sore atau maghrib. Zhafi ngga mau, katanya, itu bukan puasa namanya. Lalu ayahnya ajak dia bicara. Ayahnya menenangkan Zhafi dan memberi saran, kalau Zhafi mau tetap puasa, boleh saja. Cuma pagi ini paling tidak minum air putih saja. Nanti tetap bawa bekal ke sekolah.  Jadi kalau Zhafi merasa ngga kuat, bisa berbuka di sekolah. Ayahnya juga menenangkan aku. Hehe. Zhafi pengen puasa bu. Zhafi kuat in syaa Allah.

Ya, akhirnya aku pasrah. Setelah berpikir ulang, lebih baik aku ikhlasin saja apapun yang terjadi. Ketika si anak punya keinginan kuat untuk puasa, apa pantas orangtua melarang. Pasrahkan saja sama Allah. Sambil tetap berdoa terus mohon Allah jaga  anakku. Jangan karena kejadian puasa Arafah yang sudah lalu, kemudian jadi kapok membiarkan anak belajar berpuasa. Selain itu, ini juga pembelajaran buat Zhafi (dan juga aku), untuk menentukan sikap dan tindakannya sendiri. Kalau yang dilakukannya baik, harusnya didukung. Dan beri kepercayaan kalau dia bisa melakukannya.
Setelah itu, aku bisa melepaskannya pergi sekolah dengan tenang. Toh sudah disiapkan bekal juga buat jaga-jaga. Teteeup.  #emakrempong.

Siangnya, seperti biasa dong, aku jemput Zhafi jam 2 seperempat siang di tempat biasa dia turun dari angkot. Ada sekitar 15 menit nunggunya. Biasanya,  dia turun dari angkot  bersama temen-temen sekolahnya. Nah, ketika akhirnya ada angkot yang lagi nurunin anak-anak SAT (sekolah Alam Tangerang), berharap Zha ada di antaranya. Ternyata ngga ada. Wa, pikirku, apa selisipan di jalan, ya. Maksudnya, apa dia udah jalan pulang duluan, tapi ngga berpapasan di jalan. Langsung jalan balik ke rumah sambil lihat kanan kiri. Ternyata sampai rumah ngga ada. Akhirnya aku jemput ke sekolah. Ternyata ngga ada juga.

Telepon security di komplek, katanya belum lihat Zha pulang. Mulaaaiii deeeh muncul pikiran-pikiran buruk. Tangan mulai berkeringat. Detak jantung mulai terasa lebih kencang.
Laluuu, ketika aku masih dalam perjalanan dari sekolah menuju tempat pemberhentian angkot, ayahnya telpon. Ayahnya mengabari kalau tadi Bunda Sari (guru kelas Zha) kirim pesan lewat WA. Zha pulang jam 3. Baaaaru deh legaaa. Saat itu jam 3.15 siang. Jadi kemungkinan ZHa memang baru aja turun dari angkot. Benar aja, begitu aku sampai di tempat pemberhentian angkot, aku lihat Zha di sana.

Setelah ngobrol-ngobrol di mobil dalam perjalanan ke rumah, baru deh tau…
Ternyata, alasan kenapa dia pulang jam 3 adalah, karena dia tidur di UKS. Kenapa? Karena badannya lemas, ngga kuat puasa, tapi juga ngga mau berbuka. Saat bangun dari UKS, dan merasa ngga kuat jalan ke depan, dia akhirnya berbuka dengan bekalnya (setelah di sarankan oleh bunda Sari). Baru deh, punya tenaga untuk jalan.

Zhafiii… Ibu bangga padamu, Naak… calon imam dan hafidz yang sholeh ;*

Cerita diatas memang ngalor ngidul. Tapi setidaknya, aku menuliskan ini sebagai pengingat diri sendiri.
1. Puasa itu ajang belajar buat anak juga ibunya. Anak belajar menahan hawa nafsu. Ibu belajar untuk tidak menyerah mengajarkan hal-hal baik apapun tantangan dan resikonya. Ibu juga belajar untuk membiarkan anak menentukan sikap. Jika baik dan positif, ya dukung, walau kelihatannya di awal  terasa ada rintangan dan halangan.

2. Betapa bersyukurnyaaa aku ini harusnyaaaa lhoooo..... anak dekat dengan Islam, walau setahap demi setahap.




Tidak ada komentar:

Hari-hari Bersama OAT

Sudah sejak bulan Mei aku akrab dengan OAT alias obat anti tuberkulosis. Sejak Fariha divonis positif TB, rutinitas bertambah setiap pagi. S...