Beberapa hari yang lalu, Zhafi tiba-tiba mengajak diskusi
tentang ‘kenapa harus ada Hari Kartini’.
“Bu, kenapa sih Hari Kartini harus ada? Kenapa harus
dirayakan? Memangnya apa jasanya?”
Ya kujawab dengan jawaban standar. Pasti tahu, ya.
“Tapi kenapa justru Kartini yang dimuliakan? Dia muslimah
bukan? Kenapa ngga berhijab?”
“Menurut yang Ibu baca, pada waktu dan tempat Kartini hidup
saat itu, belum ada Alqur’an yang diterjemahkan. Para guru agama pun tidak ada
yang mengajarkan makna Alqur’an, tapi hanya mengajarkan untuk membacanya aja.
Tidak boleh diubah ke bahasa lain. Termasuk bahasa Jawa.
Sampai suatu ketika, Kartini bertemu dengan seorang Kyai
yang memberikan ulasan tentang makna Al Qur’an. Kepada Kyai tersebut, Kartini
menyampaikan keresahannya. Kenapa muslim diwajibkan membaca kitab yang kita
tidak boleh tahu artinya. Apa gunanya. Hal itu menyadarkan Kyai. Lalu Kyai
tersebut membuat terjemahan Al Qur’an dan memberikannya kepada Kartini. Namun sayang,
Kyai tersebut baru menterjemahkan sampai juz 17, tapi kemudian sudah dipanggil
menghadap Ilahi.
Perintah untuk menutup aurat ada di surat An Nuur yang ada
di Juz 24. Itu alasannya kenapa Kartini
tidak memakai hijab. Karena dia belum mendapatkan terjemahan juz berikutnya. “
Namun Zhafi tidak puas dengan penjelasan itu.
“Lalu kenapa harus dijadikan hari khusus? Kenapa pahlawan
pahlawan muslim lainnya tidak dijadikan hari Khusus?”
“…”
“Bu, kok ngga jawab?”
“ Tidak semua tokoh pahlawan harus punya hari khusus.”
“ Lha terus kenapa Kartini punya? Menurutku, kita ngga perlu
merayakan hari Kartini”
Pada titik ini, emosi dan egonya sudah terasa meningkat
intensitasnya. Kalau sudah seperti ini, aku hanya perlu jadi pendengarnya,
menyetujui pendapatnya, sambil tetap terus memasukkan pesan moral sejauh yang
aku mampu.
“Mas Zhafi benar. Kita mungkin tidak perlu merayakan Hari
Kartini. Banyak pahlawan –pahlawan lainnya yang mungkin lebih berjasa bagi negara
dan kehidupan bangsa Indonesia saat ini. Tugas kita adalah, banyak membaca dan
banyak belajar dari tokoh-tokoh pahlawan Indonesia. Mengambil teladan dari
perjuangan mereka.”
Dan diskusi pun mereda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar